Penyuluh kehutanan merupakan salah satu aktor penting dalam hal pemberian edukasi seputar kehutanan kepada masyarakat di tingkat tapak, Pada kesempatan kali ini, penyuluh kehutanan menyampaikan materi penyuluhan seputar hama karat furu pada sengon. Karena komoditi sengon merupakan komoditi yang digemari oleh Masyarakat bisa di lihat dari banyaknya antusiasme Masyarakat dalam menanam sengon. Oleh karena itu, penyuluhan ini bertujuan untuk mengedukasi Masyarakat tentang tata cara penanggulangan karat furu.
Karat puru menjadi salah satu momok paling menakutkan bagi para petani sengon. Penyakit itu menyebabkan benjolan seperti kanker pada batang atau ranting sengon. Penyakit karat puru disebabkan oleh cendawan Uromycladium tepperianum (Sace.) Bentuk serangan dapat terjadi pada seluruh bagian dari tanaman sengon, mulai dari polong, benih, bibit, tanaman muda hingga pohon.
Seperti umumnya cendawan yang berkembang biak dengan spora, karat puru berkembang biak dengan menyebarkan spora yang dibantu oleh angin, serangga atau hewan, bahkan oleh manusia. Angin akan menghembuskan spora hingga menempel pada bagian-bagian tanaman, terutama di bagian tanaman dengan jaringan yang masih muda.
Serangga atau hewan akan membantu penyebaran spora, yaitu spora terbawa atau menempel pada bagian tubuh serangga, mereka bergerak atau terbang dengan membawa spora pada tubuhnya. Spora yang menempel pada serangga akan berpindah tempat dan menempel pada tanaman sengon, terutama jika serangga tersebut menjadi polinator dalam proses penyerbukan di sengon. Spora yang sudah menempel pada bagian tanaman, terutama di jaringan yang masih muda, akan melakukan penetrasi dan berkembang biak. Cendawan Uromycladium tepperianum (Sace.) bersifat patogen, karena keberadaannya menyebabkan pertumbuhan tanaman inangnya, yaitu sengon, terganggu. Bahkan apabila tingkat serangannya tinggi atau parah dapat menyebabkan kematian.
Gejala paling umum karat tumor pada pohon sengon adalah terlihat benjolan (tumor) pada ketiak daun, ranting dan batang pohon. Demikian pula yang menyerang bagian polong, terdapat benjolan pada polong. Keberadaan karat puru pada bagian daun akan menyebabkan terganggunya proses fotosintesa, gangguan ini mengakibatkan pasokan makanan bagi pertumbuhan tanaman menjadi terganggu. Apabila benjolan muncul di bagian batang utama, akan menyebabkan pelukaan dan luka ini dapat mengundang hama untuk masuk, sehingga batang pohon menjadi rapuh dan menurunkan kualitas kayu.
Lalu, Langkah apa saja yang perlu dilaakukan dalam hal pengendalian hama karat puru ini mengingat hama karat puru ini sampai dengan saat ini belum ditemukan formula yang tepat untuk menghilangkan karat puru tersebut melainkan hanya meminimalisir penyebarannya.
Usaha pengendalian yang dapat dilakukan antara lain:
Penggunaan fungisida berbahan aktif mankozeb atau belerang
Salah satu pengendalian karat puru, menurut Suryo bisa menggunakan fungisida berbahan aktif mankozeb atau belerang. Ia menyarankan untuk melakukan tindakan preventif dalam mengendalikan karat puru. Penggunaan belerang dan air kapur sebagai upaya mengatasi karat puru sesuai dengan hasil riset Karti Rahayu Kusumaningsih dan Isnaya Fatul Bagaskara dari Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Stiper (Instiper) Yogyakarta.
Aplikasi larutan itu dengan cara mengolesi batang tanaman terserang. Frekuensi pelaburan empat kali dengan interval lima hari. Jika terdapat cendawan yang masih tumbuh, mereka mengerok lalu menyimpannya di kantong plastik. Selanjutnya, mereka menimbang untuk mengetahui bobot akhir cendawan setelah tanaman mendapatkan perlakuan.
Hasil riset menunjukkan kombinasi belerang, kapur, dan air mengurangi bobot cendawan hingga 80%. Artinya, setelah pohon diberi perlakuan, cendawan yang tumbuh hanya 20%.
Pemilihan benih tahan puru
Penggunaan benih sengon yang berasal dari pohon induk tahan karat puru melalui pemuliaan pohon. Pembibitan sebaiknya jauh dari lokasi tegakan sengon yang sudah terserang karat puru. Karena bibit yang masih muda sangat mudah terserang karat puru, akibat spora yang terbawa angin.
Teknik penanganan benih
Benih bisa menjadi mediator penyebaran penyakit, termasuk karat puru. Benih yang berasal dari daerah endemik karat puru, akan membawa serta spora pada permukaan kulitnya. Pengendalian pada tingkat benih dapat dilakukan melalui berbagai cara, di antaranya penerapan sterilasasi benih sebelum disemaikan. Benih dicuci atau dibersihkan dengan larutan pembersih (bisa menggunakan chlorox) atau fungisida. Namun sebelum disemaikan benih dicuci terlebih dahulu di air bersih untuk menghilangkan bahan-bahan tersebut. Bentuk sterlisasi lain yang cukup mudah dan murah, yang juga merupakan bagian dari pematahan dormansi benih sengon adalah merendam benih sengon dalam air mendidih, yang kemudian dibiarkan hingga dingin selama 24 jam.
Juga bisa dipakai teknik priming untuk meningkatkan vigor (kekuatan benih), yaitu teknik hidro priming yang dikombinasikan dengan penggunaan fungisida. Teknik priming ini sangat mudah dilakukan petani, yaitu dengan rendam jemur benih (hidrasi-dehidrasi). Air rendaman dapat ditambakan fungisida. Proses ini berhenti pada saat benih mulai membengkak.
Cara lain yang pernah dilakukan pada benih sengon adalah pemanfaatan teknik iradiasi sinar gamma (CO60), dengan dosis di bawah 100Gy. Teknik ini mampu meningkatkan vigor benih serta sebagai upaya membunuh spora yang terbawa pada benih.
Pengendalian saat pembibitan
Teknik pengendalian pada bibit juga dengan memberikan perlakuan Plant Growth Promoting Rhizo-bacteria (PGPR), fungisida hayati, fungisida kimiawi dan penambahan unsur hara boron pada media bibit. Pemberian perlakuan ini mampu menurunkan keberadaan spora puru pada bibit sengon hingga 94,6% setelah diberi dua kali larutan pengendali tersebut.
Pengendalian puru di tegakan
Serangan puru yang paling mudah dilihat adalah pada tegakan. Pengendaliannya melalui teknik silvikultur intensif, yaitu pemeliharaan. Membuang bagian pohon (terutama cabang dan ranting) yang sudah terserang, bisa menjadi cara efektif, sehingga pertumbuhan tidak terganggu. Atau dengan campuran tegakan jenis lain.
Pengawasan peredaran benih dan bibit
Hingga saat ini sentra benih dan bibit, serta pengada dan pengedar benih, masih terpusat di Jawa. Peredaran bibit tanpa pengawasan menjadi salah satu sebab menyebarnya tumor puru pada sengon.